Indonesia menghadapi CAFTA

Author: Sangoenz.inc /

PELUANG DAN TANTANGAN INDONESIA DALAM

CHINA-ASEAN FREE TRADE AGREEMENT (CAFTA)

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pesatnya teknologi informasi telah mendorong globalisasi dunia dalam berbagai hal, terutama berhubungan dengan liberalisasi ekonomi dunia.

Globalisasi dunia telah mendorong lahirnya konsensus-konsesus baru dalam perekonomian global yang mendorong percepatan liberalisasi ekonomian dunia dalam konteks WTA, atau pada tingkat regional seperti NAFTA, EU, ACP-EU, MERCOSUR, DR-AFTA, AFTA dan yang terakhir CAFTA.

CAFTA (China ASEAN Fee Trade Agreement) merupakan kesepakatan perdagagangan regional antara RRT dan Negara-negara ASEAN (Indonesia, Malayasia, Singapura, Thailand, Philipina, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Brunei Darussalam) yang ditandatangani pada Juni 2004 dan berlaku penuh sejak Januari 2010 untuk ASEAN 6, dan Januari 2015 untuk ASEAN 4.

Perdagangan global-regional ini menjadi keharusan bagi setiap negara untuk eksis di masa mendatang atau setidak-tidaknya untuk menghindari kejamnya perputaran baling-baling globalisasi. Bisa dibayangkan, bila Indonesia atau salah satu negara di dunia ada yang tidak masuk dalam organisasi perdagangan global, dan tidak mempersiapkan diri, maka sudah dipastikan negara tersebut pada akhirnya akan hancur dan terisolir.

Namun demikian, sekalipun CAFTA ini merupakan langkah maju pemerintah untuk menghadapi perdagangan bebas dunia, terdapat berbagai permasalahan sehubungan dengan kondisi Indonesia saat ini, dan apabila Indonesia tidak mampu menyelesaikan berbagai permasalahan ini maka dipastikan CAFTA tidak akan memberikan manfaat signifikan bagi Indonesia.

RUMUSAN MASALAH

Permasalahan Indonesia dalam perdagangan bebas CAFTA ini antara lain : pertama, ketersediaan suprastruktur dan infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah, kedua, kesiapan para entrpreneurship Indonesia menghadapi CAFTA, ketiga ketersediaan komoditas Indonesia yang masuk dalam konsensus CAFTA, dan terakhir kesiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi CAFTA.

II. Konsepsi Perdagangan Bebas Yang Tak Terelakkan

Proses globalisasi telah terjadi sejak dahulu kala secara alamiah dan akan terus berlangsung, walaupun prosesnya berbeda : dulu sangat lambat sedangkan sekarang ini sangat pesat dan di masa depan akan jauh sangat pesat lagi. Perbedaan ini disebabkan terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan alat-alat komunikasi dan transportasi yang semakin canggih, aman dan murah. Jadi dapat dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama proses globalisasi ekonomi.

Peran dan kemajuan teknologi terhadap proses globalisasi seperti sekarang ini sebenarnya sudah diprediksi oleh sejumlah ahli sebelumnya, diantaranya Alvin Toffler (1980). Menurutnya akibat progres teknologi, akan terjadi kejutan-kejutan masa depan yang melahirkan revolusi baru. Kehidupan atau kegiatan ekonomi tidak lagi dipimpin oleh industri, namun informasi akan muncul sebagai penggerak pendulum. Revolusi informasi yang sarat dengan teknologi akan membawa perubahan-perubahan di dalam kehidupan sehari-hari yang jauh lebih radikal daripada revolusi industri yang memerlukan waktu, biaya, lahan, dan pasar yang sangat besar, dan pada akhirnya akan membawa dunia dalam wajah baru : masyarakat global lantaran kaburnya batas-batas wilayah dan negara.

Akibat globalisasi ini, perdagangan bebas menjadi mutlak yang mau tidak mau atau suka tidak suka harus dijalankan oleh negara-negara di dunia. Perkembangan teknologi dan teknologi informatika yang begitu pesat telah membawa dunia perdagangan kepada level yang lebih lanjut. Informasi akan variasi produksi yang menjadi ciri khas suatu wilayah atau negara dapat dengan mudahnya tersampaikan kepada masyarakat wilayah atau negara lainnya. Perkembangan teknologi transportasi dapat dengan mudah mengakomodir proses distribusi produk suatu negara ke negara lain hanya dalam waktu relatif singkat. Hal-hal tersebut yang kemudian mempermudah dan memperlancar proses terciptanya suatu sistem perdagangan internasional.

III. ANALISIS SWOT UNTUK IMPEMENTASI CAFTA DI INDONESIA

Untuk memahami lebih jauh mengenai kesiapan dan apa yang harus dilakukan Indonesia dalam menghadapi CAFTA ini, kami akan memaparkankannya melalui analisis SWOT. Pada analisis ini didahului dengan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, kemudian dilanjutkan dengan menetapkan kemungkinan-kemungkan strategi yang bisa diterapkan melalui analisis SO, WO, ST, dan WT.

A. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman.

1. Kekuatan (strengths)

Selama periode 1999-2007 Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan China.

1. Peranan China dan India sebagai negara tujuan utama ekspor semakin meningkat.
2. Selama periode 1999-2009 pertumbuhan ekspor produk industri mencapai 17,7% per tahun dan pertambangan 72,3% per tahun.
3. Sejumlah perusahaan dari negara ASEAN melakukan investasi di Indonesia untuk memanfaatkan skim CAFTA
4. Investasi RRT di Indonesia belakangan ini menyebar ke sektor infrastruktur dan manufaktur, yang memungkinkan Indonesia menjadi RBP, atau menjadikan Indonesia sebagai bagian dari RPN.

2. Kelemahan

Peran Impor dari China meningkat pesat, sementara impor dari ASEAN cenderung stabil.

1. Impor barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan masing-masing sebesar 49,8% dan 24,6%
2. Rata-rata harga produk dalam negeri tinggi dibanding China.

3. Peluang

a. Terbukanya akses untuk mendapatkan bahan baku penolong yang lebih murah. pertumbuhan impor bahan baku penolong dari China sejak tahun 1999 – 2008 meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 27,4%.

b. Terbukanya akses untuk mendapatkan mesin-mesin produksi (barang modal) yang lebih murah. pertumbuhan impor barang modal dari China sejak tahun 1999 – 2008 meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 52,2 %.

- Bahan baku penolong dan barang modal ini diolah oleh industri dalam negeri untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.

- Dengan bahan baku penolong dan barang modal dari China yang lebih murah akan meningkatkan efisiensi dan daya saing produk yang diolah di Indonesia.

c. Perluasan pasar ekspor bagi produk industri dalam negeri di Asean dan China.

- Jumlah penduduk China sebesar 1,3 miliar merupakan pasar besar yang sangat potensial. keterbatasan China dalam memenuhi kebutuhan penduduknya merupakan peluang yang dapat diisi oleh produk dari Indonesia. contoh yang dibutuhkan saat ini adalah Crude Palm Oil (CPO).

- Ekspor sejumlah produk asal Indonesia ke China mengalami peningkatan / penguatan seperti produk buah-buahan (56%), sepatu (63%) dan pakaian (28%) untuk periode 2004 – 2008.

d. Peluang untuk relokasi basis produksi bagi perusahaan yang ingin keluar dari China. Saat ini China mengalami tekanan kenaikan ongkos produksi, terutama faktor kenaikan upah buruh. investor akan melihat Indonesia sebagai salah satu tujuan relokasi basis produksi (salah satu alasannya dikarenakan Indonesia turut serta dalam CAFTA). ex : sejak tahun 2005 terdapat berbagai relokasi basis produksi sepatu olahraga tujuan ekspor ke Indonesia.

e. Peningkatan Foreign Direct Investment (FDI) ke indonesia. Perusahaan di luar CAFTA yang bermaksud untuk mengekspor ke China, namun terbentur oleh tingginya bea masuk yang dikenakan, akan memberikan peluang kepada Indonesia sebagai host bagi investasi perusahaan-perusahaan tersebut.

f. Peningkatan penerimaan PPN impor sebagai akibat penurunan Bea Masuk (BM).

g. Pemacu percepatan perbaikan / peningkatan iklim usaha yang kondusif (perbaikan pelayanan publik, sinkronisasi dan perbaikan peraturan, perbaikan / peningkatan infrastruktur dan energi).

h. Peningkatan kenaikan pendapatan indonesia mencapai sebesar US$ 6,9 miliar. (studi Asian Development Bank).

Apabila indonesia keluar dari CAFTA, maka Indonesia tidak akan mendapatkan kenaikan pendapatan, namun justru pendapatan Indonesia berkemungkinan menjadi negatif karena akan terkena diskriminasi tarif dari China.

4. Ancaman

Pasar domestik akan dibanjiri produk impor khususnya dari China (legal maupun illegal).

1. Konsumen bisa memperoleh produk-produk murah, namun demikian konsumen juga berkemungkinan untuk mendapatkan produk dengan kualitas tidak seperti yang diharapkan (rendah kualitasnya) – apabila standar dan pengawasan barang beredar tidak ditingkatkan.
2. Produk industri dalam negeri tidak akan mampu bersaing dengan produk China yang terkenal murah.
3. Apabila industri dalam negeri tidak mampu bersaing, dapat menambah laju deindustrialisasi yang berakibat pada PHK
4. Akan memacu perubahan strategi pengusaha dari produsen (industri) menjadi pedagang.
5. Sejumlah sektor khawatir menghadapi dampak negatif FTA (3% dari total tariff line) sehingga pemerintah dan bisnis membentuk tim bersama untuk mengkoordinasikan langkah-langkah secara komprehensif meningkatkan daya saing dan membicarakan ulang pelaksanaan CAFTA untuk beberapa sektor tersebut

Strategi-strategi alternatif

1. Strategi 1 (SO)

Penataan lahan dan kawasan industri

1. Pembenahan infrastruktur dan energi,
2. Pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya)
3. Membangun kawasan ekonomi khusus (KEK),
4. Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga ( KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia,dsb);
5. Pembenahan sistem logistik;
6. Perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb)
7. Penyederhanaan peraturan
8. Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan

2. Strategi 2 (WO)

a. Pengawasan di Border

- Meningkatkan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan FTA.

- Menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadapkemungkinan terjadinya lonjakan impor.

- Pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal barang (SKA) dari Negara Negara mitra FTA.

- Pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, Label, Ingridien, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan, security dsb.

- Penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan WTO (safeguard measures) terhadap industry yang mengalami kerugian yang serius (seriously injury) akibat tekanan impor (import surges)

- Penerapan instrumen anti dumping dan countervailing duties atas importasi yang unfair

b. Peredaran barang di pasar Lokal

- Task Force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri

- Kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia

c. Promosi penggunaan produksi dalam negeri

- Mengawasi efektifitas promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres No 2 tahun 2009)

- Mengalakkan program 100% Cinta Indonesia dan Industri Kreatif.

3. Strategi 3 (ST)

a. Mengoptimalkan peluang pasar RRT dan ASEAN

1. Penguatan peran perwakilan luar negeri (ATDAG/TPC)
2. Promosi Pariwisata, perdagangan dan Investasi (TTI)
3. Penanggulangan masalah dan kasus ekspor,
4. Pengawasan SKA Indonesia
5. Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor

4. Strategi 4 (WT)

Penggunaan Produk Dalam Negeri

1. Penguatan daya saing global
2. Penguatan Ekspor
3. Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi,


Tabel 1 : Analisis SWOT



CAFTA

SWOT ANALYSIS
Strengths Weaknesses
1. Selama periode 1999-2007 Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan China.

2. Peranan China dan India sebagai negara tujuan utama ekspor semakin meningkat.

3. Selama periode 1999-2009 pertumbuhan ekspor produk industri mencapai 17,7% per tahun dan pertambangan 72,3% per tahun.

4. Sejumlah perusahaan dari negara ASEAN melakukan investasi di Indonesia untuk memanfaatkan skim CAFTA

5. Investasi RRT di Indonesia belakangan ini menyebar ke sektor infrastruktur dan manufaktur, yang memungkinkan Indonesia menjadi RBP, atau menjadikan Indonesia sebagai bagian dari RPN.
1. Peran Impor dari China meningkat pesat, sementara impor dari ASEAN cenderung stabil.

2. Impor barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan masing-masing sebesar 49,8% dan 24,6%

3. Rata-rata harga produk dalam negeri tinggi dibanding China.

19.26%

China

7.90%
Opportunities Strategi 1 (SO) Strategi 2 (WO)
1. Terbukanya akses untuk mendapatkan bahan baku penolong yang lebih murah.

2. Terbukanya akses untuk mendapatkan mesin-mesin produksi (barang modal) yang lebih murah.

3. Perluasan pasar ekspor bagi produk industri dalam negeri di Asean dan China.

4. Peluang untuk relokasi basis produksi bagi perusahaan yang ingin keluar dari china.

5. Peningkatan Foreign Direct Investment (FDI) ke indonesia. Perusahaan di luar CAFTA yang bermaksud untuk mengekspor ke China, namun terbentur oleh tingginya bea masuk yang dikenakan, akan memberikan peluang kepada Indonesia sebagai host bagi investasi perusahaan-perusahaan tersebut.

6. Peningkatan penerimaan PPN impor sebagai akibat penurunan Bea Masuk (BM).

7. Pemacu percepatan perbaikan / peningkatan iklim usaha yang kondusif (perbaikan pelayanan publik, sinkronisasi dan perbaikan peraturan, perbaikan/peningkatan infrastruktur dan energi).

8. Peningkatan kenaikan pendapatan indonesia mencapai sebesar US$ 6,9 miliar.
1. Penataan lahan dan kawasan industri

2. Pembenahan infrastruktur dan energi,

3. Pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya)

4. Membangun kawasan ekonomi khusus (KEK),

5. Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga ( KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia,dsb);

6. Pembenahan sistem logistik;

7. Perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb)

8. Penyederhanaan peraturan

9. Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan
- Pengawasan di Border

- Peredaran barang di pasar Lokal

- Promosi penggunaan produksi dalam negeri
Threats Strategi 3 (ST) Strategi 4 (WT)
1. Pasar domestik akan dibanjiri produk impor khususnya dari China (legal maupun illegal).

2. Konsumen bisa memperoleh produk-produk murah.

3. Produk industri dalam negeri tidak akan mampu bersaing dengan produk China yang terkenal murah.

4. Apabila industri dalam negeri tidak mampu bersaing, dapat menambah laju deindustrialisasi yang berakibat pada PHK

5. Akan memacu perubahan strategi pengusaha dari produsen (industri) menjadi pedagang.

6. Sejumlah sektor khawatir menghadapi dampak negatif .
1. Mengoptimalkan peluang pasar RRT dan ASEAN

2. Penguatan peran perwakilan luar negeri (ATDAG/TPC)

3. Promosi Pariwisata, perdagangan dan Investasi (TTI)

4. Penanggulangan masalah dan kasus ekspor,

5. Pengawasan SKA Indonesia

6. Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor
1. Penggunaan Produk Dalam Negeri

2. Penguatan daya saing global

3. Penguatan Ekspor

4. Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi,

IV. KESIMPULAN

Kebijakan CAFTA melahirkan 2 pandangan yang berlawanan, satu sisi menyebutkan sebagai peluang bagi masyarakat Indonesia untuk lebih maju, sisi lain ada kekhawatiran melahirkan pengangguran atau menjadi buruh para pengusaha asing. Kedua pandangan tersebut masing-masing memiliki argument yang berbeda. Dalam tulisan ini kami mencoba melihat dari perspektif analisis SWOT, dan secara garis besar kami menyimpulkan sebagai berikut :

1. CAFTA adalah langkah positif pemerintah sebagai antisipasi menghadapi perdagangan bebas asia pasifik dan dunia.

2. Pemerintah melalui berbagai kebijakan harus melindungi dan memberikan insentif bagi dunia usaha agar mampu bersaing di pasaran dunia khususnya CAFTA.

3. Kalangan dunia usaha harus lebih inovatif menciptakan produk-produk baru yang lebih marketable dan berdaya saing tinggi.

4. Masyarakat Indonesia harus belajar untuk mencintai produk dalam negeri, karena hal ini akan berdampak baik bagi perekonomian Indonesia.

Sumber : kemassmmumj.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar